Pages

Keadilan, Syura, Kebebasan


Ada yang familiar dengan 3 kata tersebut ?

Jika kamu pernah membaca Sirah Nabawi ataupun Sirah Khulafaur Rasyidin, tentu kamu akan familiar dengan 3 kata tersebut.

Itulah beberapa Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Negara dalam Islam yang digunakan ketika zaman pemerintahan Rasul ataupun Khulafaur Rasyidin.


Tulisan kali ini sepertinya cukup agak serius, jadi butuh niat yang cukup kuat untuk dapat membacanya hingga selesai hehe :)


Keadilan
Di dalam dua buah ayat

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Maidah ayat 3)


“Wahai orang-orang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan (qisth).” (QS.An-Nisa ayat 135)

Kedua ayat diatas menjelaskan bahwa dalam kondisi apapun, kita harus dapat berlaku adil dengan orang - orang di sekeliling kita, walaupun berbeda agama, suku, dan lain -lain. Walaupun mungkin kita membenci suatu kaum atau golongan, namun selama mereka tidak mengganggu atau merusak lingkungan, kita di perintahkan untuk berbuat adil kepada mereka karena merupakan salah satu bentuk takwa kita kepada Allah SWT,

Di dalam 2 buah hadist :

“Sehari bersama imam yang adil lebih baik dari ibadah seorang lelaki selama 60 tahun. Dan hukum hudud yang ditegakkan di muka bumi dengan benar lebih bersih dari hujan yang turun selama 40 tahun” (HR At-Tabarani dan Al-Baihaqi)

Dan hadist riwayat Bukhari juga disebutkan bahwa Imam yang adil adalah satu dari 7 golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat dan juga merupakan urutan pertama dari 7 golongan tersebut.

Dari sini dapat kita lihat bahwa Islam memberikan perlakuan yang sama terhadap orang - orang yang berada di bumi. Hukum syariah yang adil tentu akan mengadili siapa saja yang salah apapun agama dan sukunya dengan seadil - adilnya. Hal ini juga menuntut pemerintah berlaku adil terhadap rakyatnya, jangan sampai ada yang terazalimi.

Syura

Syura merupakan salah satu prinsip yang mengharuskan pemerintah ataupun kepala - kepala negara untuk menyelesaikan semua permasalahan masyarakat melalui permusyawaratan. Bahkan kedudukannya sejajar dengan perintah Shalat :

“Orang-orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan jalan musyawarah diantara mereka dan menafkah sebagaian rezeki yang kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Shuraa ayat 38)

Juga dalam sebuah ayat :

Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (masyarakat) itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan keputusan, maka bertawakkallah kepada Allah.” (QS. Ali 'Imran ayat 159)

Dengan ini jelas, bahwa semua kebijakan yang akan dibuat pemerintah, haruslah mengikutsertakan perwakilan - perwakilan orang yang cukup expert dalam bidang atau hal yang akan dimusyawarahkan. Tentu ada sebuah hal yang diingat saat berselisih tentang sesuatu :

"Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa’ ayat 59)
Mengingat kita hidup di zaman setelah Rasul, dimana semua wahyu - wahyu yang didapat Rasul sudah tertuang dalam kitab Al - Qur'an, tentu Al - Qur'an dan Sunnah menjadi acuan yang sangat wajib dalam membuat sebuah kebijakan terhadap fenomena yang mungkin sebelumnya belum pernah terjadi dalam zaman Rasul. Hal ini bertujuan agar semua kebijakan yang ada tidak menyimpang dari perintah Allah SWT dan semua pemerintah tidak dapat membuat kebijakan semena - mena.

Alqur’an juga tidak memberikan instruksi mengenai apakah semua permasalahan masyarakat harus diselesaikan dengan jalan Syura atau hanya dalam konteks pemerintahan saja. Ketiadaan rincian khusus ini tidak pelak menjadikan pelaksanaan Syura sebenarnya menjadi fleksibel, tidak dibatasi waktu dan dapat diterapkan dalam semua keadaan dalam masyarakat.

Kebebasan
Menurut Syaikh Abdul Qadir Audah, kebebasan dengan maknanya yang seluas-luasnya telah menjadi asas bagi kehidupan umat Islam. Kebebasan dalam konteks keyakinan tidak hanya mencakup pemberian kebebasan kepada setiap orang untuk meyakini ideologi tertentu namun juga kewajiban untuk melindungi kebebasan tersebut dengan cara :

1. Mengharuskan umat manusia menghormati hak orang lain dalam meyakini, mengingkari dan menjalankan prinsip ideologinya

2. Mengharuskan pemilik ideologi melindungi keyakinannya

Adapun berkaitan dengan kebebasan mengemukakan pendapat, Islam melindungi kebebasan tersebut. Setiap orang bebas mengatakan apa saja yang dikehendaki tanpa melanggar hak-hak orang lain. Oleh karena itu, kebebasan berbicara tidak boleh berupa celaan, tuduhan dan fitnah. Kebebasan berbicara harus menjaga etika tersebut.


Menururt Syaikh Yusuf Qaradhawi, tidak ada larangan syariat dalam kebebasan berorganisasi dan berserikat. Bahkan dalam realitas kontemporer eksistensi perserikatan ataupun partai politik menjadi hal penting karena dapat berperan sebagai katub pengaman dari kemungkinan bangkitnya kediktatoran dan meminimalisasi hilangnya kekuatan amar ma’ruf nahi munkar. Namun beliau menetapkan dua syarat :

1. Mereka harus menerima Islam sebagai prinsip Aqidah dan Syari’ah

2. Tidak dalam rangka memusuhi atau bekerja untuk pihak-pihak yang memusuhi Islam


Dapat sudut pandang baru kan :)

Semoga kita selalu menyempatkan diri untuk membaca, terutama sejarah Islam di bumi ini.

No comments:

Post a Comment